BAHAN BAKU BIOAVTUR
DARI KELAPA SAWIT UNTUK PESAWAT UDARA DI INDONESIA CUKUP MELIMPAH
Bambang Prastowo
Hasil analisis menunjukkan
bahwa yang paling optimal sebagai bahan bakar nabati untuk pesawat udara
(bioavtur) adalah kernel kelapa sawit dan daging buah kelapa. Potensi lahan untuk
kelapa sawit cukup luas yaitu 44,094 juta ha, namun yang sangat sesuai sebenarnya
hanya sekitar 18 juta ha, termasuk di dalamnya adalah hutan konversi yang bisa
dimanfaatkan yaitu sekitar 13,7 juta ha. Secara sederhana dapat
diperhitungkan bahwa perluasan areal masih berpotensi untuk ditingkatkan sampai
sekitar dua kali luasan saat ini termasuk produksi kelapa sawitnya. Ke depan pengembangan bahan
bakar nabati untuk pesawat udara dari kelapa sawit tinggal memperhitungkan seberapa
porsi produksi yang dikehendaki akan dialokasikan untuk bahan
baku bioavtur tersebut.
Berdasarkan komunikasi
langsung pelaku bisnis pabrik kelapa sawit, selang produksi produksi CPO cukup lebar, yaitu
sekitar 4 – 22 ton/ha/th, sedangkan produksi CPO umumnya sekitar 23 % dari
produksi TBS dan kernel atau inti sawit adalah sekitar 5,5%. Berdasarkan data
resmi Delegasi Indonesia pada Bilateral Meeting Indonesia Malaysia 2013,
produksi CPO Indonesia saat ini sekitar 27,5 juta ton pada luasan 9,074 juta ha,
jadi rata-rata hasil CPO adalah 3,03 ton/ha. Jika diperhitungkan hasil TBS
Indonesia adalah sekitar 13,2 ton/ha dan kernel hasilnya hanya sekitar 0,73
ton/ha atau minyak kernelnya sekitar 80 % dari berat kernelnya yaitu sekitar
0,6 ton/ha.
Produksi minyak dari kernel
kelapa sawit beberapa tahun terakhir ini adalah rata-rata sekitar 20% dari
produksi CPO. Produksi CPO saat ini adalah sekitar 27,5 juta ton per tahun,
sehingga produksi minyak kernel adalah sekitar 5,5 juta ton per tahun dari luas
lahan sawit 9,074 juta ha. Jadi kebutuhan lahan untuk produksi satu ton minyak
kernel = 9,074 juta ha/5,5 juta ton = 1,65 ha/ton atau 0,6 ton/ha. Jumlah kebutuhan bahan bakar nabati yang akan dicampur dengan
avtur konvensional berdasarkan perkiraan permintaan di masa yang akan datang
dan sesuai dengan target Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca
(RAN GRK) untuk
tahun 2016, 2018 dan 2020 berturut-turut adalah 114.144 KL, 211.300 KL dan 260.928 KL. Berat jenis avtur saat ini adalah sekitar 0,8 kg/liter dan untuk menghasilkan
1 Liter avtur sintesis dibutuhkan sebanyak kurang lebih 1,2 Liter minyak
kernel. Oleh karena itu, kebutuhan minyak kernel untuk tahun 2016, 2018 dan 2020 berturut-turut
adalah :
136.973 KL = 109.578 ton, 253.560 KL = 202.848 ton
dan 313.114 KL = 250.491 ton.
Berdasarkan
analisa kebutuhan lahan untuk produksi minyak kernel sebelumnya, maka perkiraan
kebutuhan lahan kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak nabati
pada pesawat udara untuk tahun 2016,
2018 dan 2020 berturut-turut adalah : 180.804 ha, 334.699 ha, dan 413.310 ha (masing-masing adalah 2 %, 4 % an 5% dari total lahan kelapa sawit saat ini). Berdasarkan angka
tersebut, terlihat bahwa areal perkebunan kelapa sawit yang kita miliki saat
ini masih sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar nabati pada
pesawat udara di masa mendatang. Untuk
agribisnis besar dalam rangka produksi bioavtur tentu saja lebih mudah
mengelola perkebunan besar swasta dibandingkan milik petani yang tersebar
dengan ribuan kepemilikan. Hal ini tentu saja menjadi tantangan besar ke depan
jika ingin melibatkan pertanaman milik rakyat dalam mengelola industri bioavtur
di Indonesia, sehingga diperlukan sosialisasi dan penyuluhan yang intensif
mulai sekarang. Bambang Prastowo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar