Selasa, 03 Maret 2015

BAHAN BAKU BIOAVTUR DARI KELAPA SAWIT UNTUK PESAWAT UDARA DI INDONESIA CUKUP MELIMPAH


BAHAN BAKU BIOAVTUR DARI KELAPA SAWIT UNTUK PESAWAT UDARA DI INDONESIA CUKUP MELIMPAH

Bambang Prastowo
Hasil analisis menunjukkan bahwa yang paling optimal sebagai bahan bakar nabati untuk pesawat udara (bioavtur) adalah kernel kelapa sawit dan daging buah kelapa. Potensi lahan untuk kelapa sawit cukup luas yaitu 44,094 juta ha, namun yang sangat sesuai sebenarnya hanya sekitar 18 juta ha, termasuk di dalamnya adalah hutan konversi yang bisa dimanfaatkan yaitu sekitar 13,7 juta ha. Secara sederhana dapat diperhitungkan bahwa perluasan areal masih berpotensi untuk ditingkatkan sampai sekitar dua kali luasan saat ini termasuk produksi kelapa sawitnya.  Ke depan pengembangan bahan bakar nabati untuk pesawat udara dari kelapa sawit tinggal memperhitungkan seberapa porsi produksi yang dikehendaki akan dialokasikan untuk bahan baku bioavtur tersebut.
Berdasarkan komunikasi langsung pelaku bisnis pabrik kelapa sawit, selang produksi produksi CPO cukup lebar, yaitu sekitar 4 – 22 ton/ha/th, sedangkan produksi CPO umumnya sekitar 23 % dari produksi TBS dan kernel atau inti sawit adalah sekitar 5,5%. Berdasarkan data resmi Delegasi Indonesia pada Bilateral Meeting Indonesia Malaysia 2013, produksi CPO Indonesia saat ini sekitar 27,5 juta ton pada luasan 9,074 juta ha, jadi rata-rata hasil CPO adalah 3,03 ton/ha. Jika diperhitungkan hasil TBS Indonesia adalah sekitar 13,2 ton/ha dan kernel hasilnya hanya sekitar 0,73 ton/ha atau minyak kernelnya sekitar 80 % dari berat kernelnya yaitu sekitar 0,6 ton/ha.
Produksi minyak dari kernel kelapa sawit beberapa tahun terakhir ini adalah rata-rata sekitar 20% dari produksi CPO. Produksi CPO saat ini adalah sekitar 27,5 juta ton per tahun, sehingga produksi minyak kernel adalah sekitar 5,5 juta ton per tahun dari luas lahan sawit 9,074 juta ha. Jadi kebutuhan lahan untuk produksi satu ton minyak kernel = 9,074 juta ha/5,5 juta ton = 1,65 ha/ton atau 0,6 ton/ha.  Jumlah kebutuhan  bahan bakar nabati yang akan dicampur dengan avtur konvensional berdasarkan perkiraan permintaan di masa yang akan datang dan sesuai dengan target Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN GRK) untuk tahun 2016, 2018 dan 2020 berturut-turut adalah 114.144 KL, 211.300 KL dan 260.928 KL. Berat jenis avtur saat ini adalah sekitar 0,8 kg/liter dan untuk menghasilkan 1 Liter avtur sintesis dibutuhkan sebanyak kurang lebih 1,2 Liter minyak kernel. Oleh karena itu, kebutuhan minyak kernel  untuk tahun 2016, 2018 dan 2020 berturut-turut adalah             : 136.973 KL = 109.578 ton, 253.560 KL = 202.848 ton dan 313.114 KL = 250.491 ton.

Berdasarkan analisa kebutuhan lahan untuk produksi minyak kernel sebelumnya, maka perkiraan kebutuhan lahan kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak nabati pada pesawat udara untuk tahun 2016, 2018 dan 2020 berturut-turut adalah : 180.804 ha, 334.699 ha, dan 413.310 ha (masing-masing adalah 2 %, 4 % an 5% dari total lahan kelapa sawit saat ini). Berdasarkan angka tersebut, terlihat bahwa areal perkebunan kelapa sawit yang kita miliki saat ini masih sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar nabati pada pesawat udara di masa mendatang. Untuk agribisnis besar dalam rangka produksi bioavtur tentu saja lebih mudah mengelola perkebunan besar swasta dibandingkan milik petani yang tersebar dengan ribuan kepemilikan. Hal ini tentu saja menjadi tantangan besar ke depan jika ingin melibatkan pertanaman milik rakyat dalam mengelola industri bioavtur di Indonesia, sehingga diperlukan sosialisasi dan penyuluhan yang intensif mulai sekarang. Bambang Prastowo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar